Sabtu, 25 Februari 2012

Mengantar Bangsa Menuju kejayaan

Membangun moral Bangsa Dengan nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa
KATA SAMBUTAN
oleh
(Syamsoul daeng mangngerang)
Damai sejahtera nusantara segala puji tertuju hanya kepadanya tuhan yang memiliki sifat-sifat yang agung raja semesta alam tempat berlindung dan bernaung bagi seluruh makhluk-makhluk ciptaan seantero jagad raya ini.
Dengan didasari kesadaran yang begitu memprihatinkan melihat kondisi bangsa yang sedang mengalami ujian maka kami kembali menyajikan sebuah makalah yang memuat tentang pendidikan moral spritual yang dikemas dalam bahasa hikmah nusantara(indonesia) sebagai bahasa asli kita, adapun untuk memberi penjelasan pada substansi materi maka tak mengapalah kita menggunakan istilah bahasa selainnya . adapun isi dari makalah tersebut ialah membahas tentang nilai-nilai ketuhanan, budi pekerti yang menjadi dasar pemikiran sesuai asas pancasila dengan merujuk kepada sumber-sumber yang berkaitan dengan makalah tersebut
Sebagai penjelasan awal sebagaimana yang tertuang didalam Sila  pertama Bahwa untuk dapat mewujudkan tatanan masyarakat yang adil, damai dan sejahtera serta bermartabat maka nilai-nilai kebenaran universal yang berlandaskan pada nilai ketuhanan yang maha Esa sebagai asas dasar bangsa sekaligus sebagai warisan leluhur itu haruslah dapat menyentuh sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bermasyarakat, tanpa mengedapankan fanatisme agama, kelompok suku maupun Golongan. Dengan nilai-nilai ketuhanan maka kita akan dapat mewujudkan persatuan dan kesatuan yang sejati serta melahirkan generasi-generasi bangsa yang unggul dan lebih bermoral dan bermartabat dimasa akan datang. tanpa nilai-nilai tersebut maka bangsa nusantara khususnya indonesia yang kita cintai bersama akan semakin terperosok dan terjerumus kedalam lembah kehancuran yang kian waktu dapat kita rasakan dan saksikan. khususnya bagi generasi-generasi bangsa yang akan datang, krisis moral/budi pekerti yang tengah melandah bangsa yang kita cintai bersama ini serta rasa yang saling tidak menghargai antara sesama manusi tidak lain dan tidak bukan karna sesungguhnya bangsa ini telah jauh melupakan jati dirinya, bangsa ini telah meninggalkan nilai-nilai budaya leluhurnya, yang  berdampak pada kehancuran moral. ibarat kacang yang telah melupakan kulitnya. Dengan melihat kondisi yang demikian maka sudah sepantasnyalah kita sebagai anak-anak bangsa sadar, bangkit dan tampil untuk memperjuangkan nilai-nilai budaya bangsa tersebut sebagai warisan dan pusaka bangsa. Maka materi yang akan kita sajikan ini membahas tentang  nilai-nilai ketuhanan yang mengarah pada budipekerti bangsa, khususnya bagi para anggota GERAKAN FAJAR NUSANTARA  sebagaimana yang tekandung pada nilai-nilai ajaran pancasila,  didalam bahasa sanskerta kata tuhan dikenal dengan istilah sang hyang widhi, dalam bahasa arab dikenal dengan istilah Allah SWT, dan Didalam bahasa bugis makassar, Batara, karaeng, puang, Semua itu adalah mengarah kepada obyek yang sama yaitu tuhan yang maha esa yang memiliki sifat-sifat yang luhur yang harus membumi kedalam bentuk kehidupan sosial berbangsa dan bermasyarakat dimuka bumi ini. Oleh karena kesadaran demikian maka makalah ini akan berusaha menjabarkan tentang hakekat nilai-nilai tersebut sebagai. berikut :



TUJUAN :
1.      Menanamkan kesadaran spritual, Bagi Para kader, anggota GERAKAN FAJAR NUSANTARA yang berlandaskan pada nilai-nilai ketuhanan yang maha Esa
2.      Terciptanya Budi pekerti bagi seluruh Kader, Anggota GERAKAN FAJAR NUSANTARA maupun seluruh masyarakat indonesia menuju nusantara jaya sebagai bangsa yang beradab dibawa naungan tuhan yang maha Esa.
3.      Membangun semangat Persatuan dan kesatuan bergotong royong
sasaran :
1.      Kader-kader GERAKAN FAJAR NUSANTARA
2.      Seluruh anggota organisasi GERAKAN FAJAR NUSANTARA dan masyarakat yang masih memiliki kepedulian terhadap tanah air nusantara


 Pengertian Tuhan Dalam Bahasa Sanskerta
 Secara etimologi

kata Sang Hyang Widhi berasal dari akar kata “Sang”, “Hyang”, dan “Widhi”.
Sang, memiliki makna personalisasi atau identifikasi.
Sang Rama yang menghimpun/mempersatukan, Sang Resi yang mengajar dan mendidik, Sang Ratu yang memerintah, Sang Disi yang merancang,
dan Tarahan yang menghubungkan yang akan menjalankan darma dengan sempurna. Jika dikaitkan dengan istilah bahasa lain seperti bahasa makassar misalnya dengan istilah “BATARA” maka nilainya sama  (baca sejarah) contoh Batara Guru, Karaeng dalam istilah Bugis makassar. Begitupun dengan istilah Allah SWT.


Budi Pekerti ( Buddha )
Karena mengetahui tentang patikrama, maka mengetahui juga jalan kesentosaan diri. Dengan mengikuti ajaran leluhur maka unggul perangnya, lama berjayanya, dan tumbuh tanamannya. Oleh sebab itu tegakkanlah patikrama di dalam pekerjaan dan kehidupan semua orang. Janganlah bertengkar memperebutkan yang tepat, benar, jujur, dan lurus-pikiran. Hindarkanlah benturan oleh karena berselisih maksud, yaitu oleh karena saling berkeras pada keinginan diri masing-masing. Akan tetapi hendaklah setiap orang berusaha untuk mengikuti pendapat yang lainnya. Peliharalah kerukunan dan kesatuan di dalam hidup bersama. Sehingga akan terciptalah ketenteraman yang meneduhkan, seperti air yang turun dari Gunung Kayangan, yang ada di telaga bening, dan yang ditemukan di tanah pusara, yaitu tempat orang berteduh dari kepanasan di tengah hari. Jagalah berdirinya Kabuyutan, baik di masa damai maupun ketika musuh menyerang. Karena jatuhnya kabuyutan berarti hilangnya kehormatan bangsa. Peliharalah kesucian karang karuhun, sebagai tanah pusaka dari leluhur, dan patuhilah petunjuk patikrama:Janganlah membunuh yang tidak berdosa dan memarahi serta merampas milik yang tidak bersalah … Janganlah menyakiti orang yang benar dan jangan pula bersikap saling mencurigai serta saling menyesali dan berhati-hatilah dalam memilih jodoh … Janganlah menjodohkan anak dalam usia muda, supaya tidak menimbulkan kesedihan dan kesusahan di kemudian hari … Janganlah menghampiri yang bukan merupakan haknya, yaitu istri yang telah dinikahi orang, dan wanita yang telah ditebus untuk dijadikan hamba … Janganlah membiarkan pria dan wanita mandi bersama, supaya tidak terjadi pelanggaran susila di tempat air mengalir … Janganlah mewariskan harta yang tidak akan membawa kebahagiaan, yaitu harta yang diperoleh dengan cara yang salah, seperti misalnya harta perjudian, harta curian, harta rampasan, dan harta titipan.
Janganlah para pemimpin saling memperebutkan kedudukan, penghasilan,  dan kemuliaan, akan tetapi usahakanlah kebaikan dan kebahagiaan bagi sesama, karena pekerjaan itu adalah jalan untuk menjadi orang berbudi pekerti, sedangkan tingkah laku itu adalah tangga kemuliaan. Bila dalam bertugas sikapnya segan, hormat, dan sopan, maka akan mendapat dukungan semua pihak. Maka peliharalah kesetiaan yang tulus dan janganlah berkhianat serta berbuat culas … Janganlah pula menipu kepada diri-sendiri dengan membolak-balikkan antara yang benar dan yang tidak benar, serta memburukkan orang lain dan menjalankan tipu muslihat yang licik … Di dalam mengemban amanat, janganlah suka mengeluh, merasa kecewa, dengki terhadap sesama petugas, dan dipenuhi dengan sikap iri. Karena itu semua akan membuat diri sendiri susah, murung berkepanjangan, dan kehilangan tenaga … Di dalam bertugas janganlah mengambil milik orang lain, tanpa memberi tahu dan tanpa diberi ijin … Janganlah pula menyusahkan orang lain dan bertindak merugikan dengan jalan menyalah-gunakan kebaikannya.
Janganlah bersikap sembarangan dengan berpakaian yang tidak pantas dan membuang kotoran di tempat yang tidak seharusnya … Janganlah bersikap tidak santun terhadap orang-orang, para gadis, kaum ibu, Janganlah bersikap menunjukkan ketidak-sukaan dalam menyambut utusan negara … Janganlah melaksanakan tugas dengan rasa marah, resah, uring-uringan, dan sikap ingin mencuri, memperdagangkan barang orang lain tanpa disuruh yang empunya, dan berpihak kepada kelompok lawan dan musuh (darma cante).
Hyang, terkait dengan keberadaan spiritual yang dimuliakan atau mendapatkan penghormatan yang khusus. Biasanya, ini dikaitkan dengan wujud personal yang bercahaya dan suci. Maka sesungguhnya budi-pekerti manusia yang berdiri di atas kebenaran dharma itu digambarkan seperti air yang muncul dari kesucian tanah. Manusia yang demikianlah yang berpegang teguh kepada ajaran orang-tua dan leluhur, yaitu Sanghyang. Karena itulah warisan yang berasal dari Sanghyang Catur Kreta, yaitu Rahyangta Dewa Raja, Rahyangta Rawung Langit, Rahyangta Medang Jaya, dan Rahyangta Menir Agung. Sebagaimana air yang bening dan jernih, demikianlah keadaan Sanghyang Darma Wisesa. Ajaran yang mendatangkan kesadaran dan menghilangkan ketidak-sadaran. Maka pada hakekatnya susah maupun senangnya kehidupan manusia adalah oleh karena ulahnya sendiri. Pada tangannyalah terletak pilihan untuk berdarma membangun kesejahteraan dunia, atau untuk terjerumus hanyut kedalam neraka kehidupan. Hanya dengan mematuhi darma dan memahami karma, manusia dapat mengusahakan kesentosaan dirinya dan kebahagiaan sesamanya manusia, intinya apa yang kita tanam itulah yang akan kita tuai.
Widhi, memiliki makna penghapus ketidak tahuan. Penghapus ketidak tahuan memiliki wujud yang beragam menurut jalan ketidak tahuan diselesaikan. Wujud-wujud ini menjadi media bagaimana manusia dan ciptaan di jagat raya ini mengerti dan memahami diri dan lingkungannya (ekologi). Widhi dapat berupa: cahaya, suara, wujud tersentuh, sensasi tersensori, memori pikiran, rasa emosional, radiasi bintang, pengartian tanda, rasa kecapan, dan lain-lain. Widhi ini sangat terkait dengan dharma, atau lingkungan yang merupakan pustaka abadi dimana manusia dapat membaca keseluruhan pengetahuan tentang widhi. Dharma secara keseluruhan adalah widhi itu sendiri. Terkait dengan proses belajar, dharma tampaknya terpartisi menjadi arus berlanjut yang hadir kepada manusia tanpa henti hingga masa manusia itu berakhir.


 Kebijaksanaan
Apabila semua itu dipelihara dan digunakan secara benar, maka akan mendatangkan keadaan yang disebut Sanghyang Sasana Kreta, yaitu kesejahteraan hidup, keberhasilan usaha, dan kesuburan alam. Seluruh bagian alam kehidupan akan berkembang dan bertumbuh oleh karena karma yang baik di dalam semangat darma yang Demikian pula tatanan masyarakat akan terpelihara dalam keadaan damai dan sentosa, karena kebajikan para pengamal ajaran darma, dan karena ditegakkannya
berbakti di dalam darma kepada Tuhan yang menjadi sumber kehidupan alam semesta. Segenap rakyat warga masyarakat hidup berbahagia dalam kesentosaan, karena semua pihak bersikap saling mendukung, saling mengisi, dan saling melengkapi. Satu dengan lainnya saling mengasah (silih asah), saling mengasihi (silih asih), dan saling mengasuh (silih asuh). Itulah makna kebijaksanaan yang sejati. ASAH, ASIH & ASUH
Di dalam kebajikan hidup berdasarkan darma setiap orang menekuni pekerjaannya masing-masing, sebagaimana dicontohkan dalam (kedelapan belas jenis tapa di nagara). Demikian pula penyelenggaraan kehidupan masyarakat berjalan dengan baik oleh karena tegaknya ketiga penanggung-jawab negeri (tritangtu di buwana), sebagaimana dikatakan:
Jagad daranan di sang rama, jagad kreta di sang resi, jagad palangka di sang ratu …
Dunia kemakmuran tanggung-jawab sang rama, dunia kesejahteraan tanggung-jawab sang resi, dunia kerajaan tanggung-jawab sang ratu.
Karena ketiganya itu sama asal-mulanya, dan sama pula kemuliaannya. Maka ketiganya bekerja-sama demi kesejahteraan semua orang, tanpa memperebutkan kedudukan, pengaruh, penghasilan, dan anugerah. Ketiganya mengusahakan kebajikan yang mulia dengan perbuatan (ulah), dengan ucapan (sabda), dan iktikad. Maka meniru keteladanan para pemimpinnya itu setiap orangpun akan berusaha untuk memiliki keluhuran di dalam dirinya.
Semua orang berada dalam keadaan berdiri sama tinggi dan duduk sama rendah. Dalam kesejajaran dengan yang lainnya, setiap orang menekuni pekerjaannya masing-masing. Membawa semangat di dalam dada, dan dengan teguh sepenuh hati menjunjung tinggi Sanghyang Darmasiksa.
Demikianlah ajaran guru yang budiman tentang hidup bijaksana berdasarkan darma. Bila setiap orang memahami darmanya masing-masing, maka kesejahteraaan hidup(nya) di dunia akan tercapai. Sedangkan kesejahteraan dunia (kertaning jagad) pada umumnya, akan terwujud pula bilamana tuntutan darma terpenuhi dengan sempurna. Adapun keberhasilan dalam darma itu akan membuka kesempatan bagi setiap orang untuk mencapai kesempurnaan jiwanya. Di manapun ia bekerja, dan apapun yang menjadi tugas dan tanggung-jawabnya.

 
Sang Hyang Widhi

Secara deskriptif, makna Sang Hyang Widhi tidak cukup untuk diungkapkan dengan beberapa kalimat. Namun, dengan adanya dharma, semua orang dapat memahami makna sang hyang widhi ini secara utuh. Bahwa sang hyang widhi dipahami pertama melalui terlihatnya matahari di dalam mimpi seseorang atau penerang hidup dan kehidupan, yang memberikan kesenangan luar biasa atau kesenangan tertinggi dari yang pernah dia rasakan, ketentraman. Kesenangan atau kebahagiaan ini berlanjut beberapa hari tanpa jeda. Namun, seseorang tidak dapat melihat matahari di dalam mimpi jika di dalam kenyataan ini dia tidak perhatian dengan matahari dan perkembangan hari siang dan malam, tidak memahami karakter Sang Hyang Widhi. Tradisi Tuhan yang maha Esa.
Sang Hyang Widhi atau Tuhan yang maha Esa secara sederhana berarti dia yang memancarkan widhi atau penghapus ketidaktahuan. Dengan batasan media yang berupa cahaya, maka sang hyang widhi adalah sumber cahaya. Sumber cahaya ini berupa matahari atau sumber cahaya lain. Dengan demikian, dengan membatasi bentuk widhi berupa cahaya, sang hyang widhi adalah sumber cahaya. Maka bertekunlah memperhatikan ajaran Darma Patikrama sebagai pedoman kehidupan yang benar. Berbaktilah kepada keluhuran yang dijunjung tinggi dan ikutilah nasihat para pendahulu, yaitu ibu (indung), bapak (bapa), kakek (aki), dan leluhur (buyut). Janganlah bersikap keras-kepala dan berkeras tidak mengindahkan aturan dari leluhur, yaitu semua pantangan untuk pengendalian diri. Janganlah bingung dalam menghadapi musuh, baik yang nampak maupun yang tidak nampak. Karena barang siapa mengindahkan patikrama ia akan unggul dalam perang dan lama berjaya dalam usahanya. Bila kesempurnaan ajaran budi pekerti dipelihara, sebagai ajaran pegangan hidup dari para leluhur, maka keadaan dunia akan menjadi aman dan tenteram damai dan sejahtera
oleh karenanya. Dimana cahaya sang tuhan telah menyatu bersama manusia di bumi. Kondisi demikianlah yang di idamkan bagi setiap manusia yang pernah terlahir dimuka bumi ini.